Monday, September 24, 2012

Duh, Ada Ribuan Sarjana Kedokteran Nganggur




REPUBLIKA.CO.ID,BANJARMASIN--Ketua Komite Internsip Dokter Indonesia Profesor Mulyohadi Ali, dr SpF (K) mengatakan 35 persen dokter di Indonesia tidak lulus uji kompetensi. Hal tersebut dikarenakan masih rendahnya sumber daya manusia serta kelengkapan fasilitas pendidikan di Indonesia,kata Mulyohadi usai sosialisasi masalah Jaminan Kesehatan di Banjarmasin, Kamis.

Saat ini banyak kampus Fakultas Kedokteran di Indonesia terakreditasi C yang merupakan akreditasi terendah untuk kelengkapan fasilitas dan tenaga pengajar. Kondisi tersebut, kata dia, mendorong terciptanya lulusan kedokteran yang belum bisa memenuhi syarat kelulusan uji kompetensi sehingga dikhawatirkan akan bisa menghambat perkembangan peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga kemampuan para dokter. "Uji kompetensi merupakan syarat untuk bisa mendapatkan izin praktik kedokteran, sehingga bila tidak lulus uji kompetensi dokter bersangkutan harus dikembalikan ke kampus untuk kembali dibina," katanya.

Menurut Mulyohadi yang juga bekerja di Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan RI, dari 72 kampus kedokteran di Indonesia baru sekitar 14 fakultas yang mendapatkan akreditasi A dan sisanya akredetasi B dan paling banyak adalah C. Tentang apakah fakultas kedokteran dengan akreditasi C tidak layak untuk mencetak dokter, Mulyo mengatakan, bahwa di luar negeri tidak ada akreditasi, yang ada hanya layak dan tidak layak.

Dalam setiap tahunnya, kata dia, secara nasional dilakukan uji kompetensi antara 7.000 hingga 7.500 dokter, dari jumlah tersebut rata-rata yang tidak lulus 30-35 persen. "Yang tidak lulus ya harus kembali mengikuti uji kompetensi di waktu selanjutnya, bahkan ada yang pernah ikut uji tersebut hingga 17 kali," katanya.

Kompetensi dokter adalah kemampuan dokter dalam melakukan praktik profesi kedokteran yang meliputi ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang menitikberatkan kepada kompetensi dokter sesuai dengan standar kompetensi dokter yang ditetapkan oleh KKI dan sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi yang dikeluarkan oleh Kolegium.

Setelah lulus uji kompetensi Surat Tanda Registrasi (STR) dokter adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter sesuai ketentuan perundang-undangan. Saat ini, tambah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya tersebut, di Indonesia terdapat 100 ribu dokter yang terdaftar di regristasi konsil kedokteran Indonesia.


Pengangguran Berstatus Sarjana Kedokteran Rupanya Ribuan

Sejak zaman kolonial pemerintah Belanda dulu, penyandang gelar sarjana kedokteran sangat terhormat. Alasannya, pemerintah Belanda hanya membuka sekolah tingkat tinggi jurusan kedokteran dan teknik bangunan saja. Kejadian itu saat dilaksanakannya “Politik Etis” Belanda yang resmi dijalankan tahun 1911.

Namun di tahun 2010 saat ini, mengutip Ketua komisi IX DPR-RI, Dr Ripka Tjiptaning mengungkapkan, saat ini ada ribuan sarjana kedokteran di Indonesia, baik dari perguruan tinggi negeri apalagi perguruan tinggi swasta yang menganggur.

Hal ini akibat dari kebijakan pemerintah yang mempersulit persyaratan izin praktek. Ini sangat ironis karena banyak daerah di Indonesia yang membutuhkan tenaga medis, khususnya para dokter.

Wajar saja kalau terpaksa miris dengan pengaduan dari daerah yang kekurangan dokter. Padahal ada ribuan sarjana kedokteran yang saat ini menganggur karena sistem yang dibuat pemerintah tidak benar. Khususnya dalam pemberian Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai izin praktek kedokteran.

Untuk menunggu STR keluar, sarjana kedokteran harus menunggu bertahun-tahun dengan sistem yang berbelit-belit dan terkadang membutuhkan modal yang besar lagi. Akibatnya, banyak sarjana kedokteran yang akhirnya banting stir.

Menurut data Komisi IX DPR-RI, setiap tahunnya ada sekitar 5.000 sarjana kedokteran yang lulus dari Perguruan Tinggi Swasta. Jumlah lebih besar tentunya bisa diperoleh bila digabungkan dengan sarjana kedokteran dari perguruan tinggi negeri yang tersebar se Indonesia.

Namun faktanya, dari 225 juta penduduk Indonesia, hanya terlayani sekitar 72 ribu tenaga dokter saja. Kekurangan ini bukan karena kita kekurangan putra putri terbaik bangsa, atau bukan karena orang Indonesia tidak pintar. Tapi karena sistem yang menghukum kita semua. Seperti dokter spesialis yang syarat diterima jadi PNS maksimal 35 tahun, itu kan sangat jarang sekali ada tapi sistem mengatur demikian.

Banyak dokter-dokter muda potensial yang dimiliki negeri ini, terpaksa tinggal di rumah karena tak bisa bekerja karena tak diizinkan praktik oleh negara, memang aneh. Sementara ada rakyat yang menjerit minta terlayani kesehatannya. Makanya jangan terlalu mengolok dukun adat, kalau tenaga medis modern di negeri ini masih sukar terakses.
http://www.equator-news.com/kalbar-r...rupanya-ribuan
-----------------------

Gua punya seorang teman yang kebetulan menjabat sebagai REKTOR di sebuah PTS besar di Jawa Timur. Universitasnya itu memiliki sebuah fakultas bergengsi, yaitu Fakultas Kedokteran. Meski uang masuknya diatas seratus jutaan, belum termasuk SPP, peminat fakultas kedokterannya cukup besar. Masalahnya, kata teman gua yang Rektor itu, biaya penyelenggaraan pendidikan kedokteran di universitas itu, amatlah mahal! Dia menyampaikan fakta, bahwa hampir tak ada satu pun fakultas Kedokteran milik PTS di Indonesia saat ini, yang pembiayaanya tanpa diberi subsidi yang cukup besar dari universitasnya. Subsidi biasanya dilakukan secara silang, dananya diambilkan dari sumbanangan dan SPP mahasiswa fakultas favorit lainnya seperti fakultas ekonomi dan fakultas ilmu komunikasi. Intinya, penyelenggaraan pendidikan kedokteran di PTS itu, samasekali tak ada untungnya secara bisnis, karena selalu difisit dan disubsidi. Lalu bagaimana mereka tetap exist? Dia melanjutkan penuturannya, di beberapa fakultas kedokteran PTS seperti di Jakarta misalnya, fakultas kedokteran itu membuka usaha sampingan seperti 'rumah salon' untuk mayat. Tapi tetap saja tak mencukupi untuk biaya pendidikan kedokteran itu. Tapi kenapa PTS itu tetap mempertahankan fakultas yang terus merugi itu? Jawabannya hanya satu, yaa untuk gengsi itulah! Sebuah Universitas milik PTS kalau tak memiliki fakultas kedokteran, nilainya dipandang rendah di masyarakat, kata sang Rektor! Wallahu' alam!








ts4l4sa
aktivis kaskus

UserID: 1523151
Join Date: Mar 2010
Posts: 747
ts4l4sa tidak memiliki reputasi

No comments:

Post a Comment