Wednesday, September 5, 2012

Walau Tanpa Iklan di TV, Sambal ini laku keras

Saus Cabe Dua Belibis sudah dikenal masyarakat. Sambal dengan ikon mereknya dua burung belibis ini memang terkenal dengan rasa pedasnya layaknya sambal bikinan sendiri. Wajar Dua Belibis terkenal, karena merek ini telah lama diproduksi UD Padma Sari (PS), yakni sejak 1970-an. Bahkan, saat itu, karena belum banyak kompetitor, sambal ini sukses nangkring di meja makan ribuan rumah, khususnya di Jakarta. Memang, Dua Belibis merajai pasar saus sambal ketika itu.

Namun, memasuki akhir 1990-an, pamor sambal ini tenggelam. Tentu, di samping banyaknya kompetitor yang lebih unggul, juga di internal PS terjadi masalah yang ujung-ujungnya membuat Dua Belibis terpuruk. Generasi kedua yang mengendalikan Dua Belibis setelah sang pendiri meninggal dunia pun tak bisa lagi mengangkat pamornya. Masalah yang membelit ini memaksa PS menghentikan operasionalnya.

“Pada tahun 2007 kami takeover,” ujar Alex Pondaag, Manajer Operasional dan Pemasaran PT Gunacipta Multirasa (GM) -- perusahaan yang mengakuisisi Dua Belibis. Menurut Alex, saat pihaknya mengakuisisi Dua Belibis, kondisinya sangat memprihatinkan. Terutama, dari segi distribusi. Tak hanya itu, produksinya pun masih tradisional. “Sebelum kami takeover, kondisinya masih seperti home industry,” katanya.

Ketertarikan GM membeli Dua Belibis lantaran merek ini telah dikenal masyarakat. Terlebih, pemilik GM, Harry S. Widjaja, juga terpincut dengan rasa saus ini. “Kebetulan juga waktu itu perusahaan sedang memikirkan ekspansi,” ujar Alex. Sejatinya, kala itu ada beberapa saingan yang ikut memperebutkan Dua Belibis. Sayang, Alex tak mau menjelaskan lebih jauh, temasuk nilai akuisisinya.

Setelah dimiliki GM, Dua Belibis langsung digenjot. GM merestrukturisasi karyawan. Selain itu, juga melakukan pengadaan mesin dengan teknologi yang lebih tinggi, sekaligus memperbaiki laboratorium untuk memperkuat divisi Riset & Pengembangan demi mempertahankan kualitas. Bahkan, pabriknya yang berada di Muara Baru langsung diboyong ke kawasan Daan Mogot, tepatnya di Jalan Faliman Jaya 1, Jurumudi, Tangerang. Di pabrik seluas 4 hektare (luas bangunan 3 ha), Dua Belibis mulai serius lagi dikembangkan.

Sejak itu, Dua Belibis kembali bergairah dan kinerjanya kembali normal. Ini merupakan bukti keseriusan manajemen GM. Bukti lainnya, GM me-rebranding Dua Belibis dengan logo yang lebih fresh dan enak dilihat pada 2008. Sebelum diakuisisi, logo Dua Belibis sangat tidak menarik. Secara visual, tulisan Dua Belibis terlalu kecil. Ditambah lagi, gambar burung belibis sebagai ikon juga tidak tampak. Nah, logo baru ini lebih menonjolkan ikon burung belibis dengan tulisan Dua Belibis di bawahnya. Adapun latarnya tetap didominasi warna merah.

Meski tampil dengan wajah yang lebih segar, rasa Dua Belibis tidak banyak berubah. “Kami mempertahankan resep lama, sehingga tidak ada perubahan rasa,” ungkap Alex. Kekhasan Dua Belibis, menurut Firman Hidayat, Manajer Penjualan GM, terletak pada tingkat kepedasan yang lebih tinggi dibanding produk lain.

Lantas, bagaimana dengan strategi pemasarannya? Ternyata, tidak ada yang istimewa dari strategi yang diterapkan. “Kami tidak ada strategi khusus,” kata Alex blakblakan. Meski tak ada strategi khusus, produk Dua Belibis masuk dalam kategori merek yang paling dikenal masyarakat. Dari hasil survei Majalah SWA dan Octovate terlihat Word of Mouth Marketing (WOMM) Index Dua Belibis lebih tinggi dibanding kompetitornya. Saus ini mendapat poin 238,84 atau unggul dari ABC (163,69), Indofood (154,36) dan Sasa (150,34). Sementara, dalam tingkat konsumen membicarakan produk, poin Dua Belibis juga tergolong tinggi, yaitu 10,74, meninggalkan rivalnya rata-rata satu poin.

Untuk membuktikan betapa kuatnya merek Dua Belibis di pasaran, Firman menyarankan untuk melihat pedagang kaki lima di Jakarta. Menurutnya, hampir semua komunitas fried chicken kaki lima di Jakarta menggunakan sambal Dua Belibis. Pedagang di Bekasi, Depok sampai Ciledug hampir merata menggunakan sambal ini. Padahal, harga saus ini 5%-10% lebih mahal dari pesaingnya. Beberapa hotel berkelas seperti Sultan, Kartika Candra dan Horison juga menggunakan merek ini. “Tapi kebanyakan konsumen justru kalangan bawah yang ada di pinggir-pinggir jalan,” ujar Firman memetakan pelanggannya.

Ternyata, sukses ini juga diam-diam didukung oleh kinerja karyawannya. Pasalnya, karyawan GM tidak sekadar kerja dan gajian, tapi juga rajin dan dengan sadar mempromosikan produk Dua Belibis di lingkungan tempat tinggalnya. Awalnya, hanya beberapa biji saus yang mereka bawa pulang. “Tetapi di hari lainnya, mereka membeli lebih banyak lagi. Ketika ditanya, mereka bilang, tetangganya banyak yang pesan,” Firman mengungkapkan.

Jangan menduga bahwa manajemen Dua Belibis sengaja mengajak karyawannya berpromosi. “Kami awalnya malah tidak tahu bahwa karyawan melakukan promosi,” ujar Alex. Dua Belibis tidak mengharuskan karyawan ikut berpromosi dan berjualan di lingkungan kerja. Namun, karyawan dengan sendirinya membeli dari pabrik dan menjualnya di rumah.

“Kami tidak melakukan strategi marketing yang canggih seperti Indofood atau ABC. Bahkan, WOMM saja saya baru dengar,” kata Alex. Pihaknya mengistilahkan strategi pemasarannya dengan marketing from the hearth. Artinya, mereka menciptakan produk bagus. Yang diharapkan, tentu saja, konsumen memercayai produknya. Namun, sebelum ke konsumen, minimal harus lebih dulu mendapat kepercayaan dari karyawan. “Kalau karyawan percaya, mereka dengan senang hati akan mempromosikan ke masyarakat,” ungkapnya lagi.

Informasi ini terus menyebar ke konsumen. “Kami tidak sadar kalau ini malah menjadi WOMM,” kata Alex. Bahkan menurutnya, dulu sempat ada komunitas Dua Belibis Night di sebuah blog, tapi sudah lama menghilang. “Saat ini kami mulai membina komunitas di Internet,” ujarnya menyadari pentingnya WOMM.

Strategi GM untuk menjual Dua Belibis hanyalah melalui experience marketing (penjualan langsung). Di department store di kota-kota besar mereka menyebarkan sales promotion girls untuk mempromosikan Dua Belibis. Strategi ini diyakini cukup ampuh. Sebab, yang mereka jual adalah produk makanan. Jadi, pengalaman merasakan langsung merupakan unsur penting bagi konsumen. Dengan begitu, tingkat trial konsumen semakin besar dan penjualan cepat terdongkrak. “Beda kalau hanya iklan TV atau radio, tingkat trial-nya akan rendah,” katanya membandingkan.

Sejak diakuisisi, penjualan Dua Belibis meningkat hingga 50%. Dalam sehari, dengan kapasitas produksi 50 ton/hari (tiga shift) -- sekarang masih 1 shift -- GM mampu memasarkan 24 ton saus/hari. Awalnya hanya menyasar pasar tradisional, tapi sekarang sudah masuk ke pasar modern, termasuk hypermarket. Selain itu, pasarnya tidak hanya di Jakarta, tapi juga daerah. “Kami sudah punya 20 distributor yang tersebar di Sumatera dan Jawa,” ujar Firman menginformasikan. Bahkan, bulan April ini pihaknya akan melakukan kesepahaman untuk ekspor ke Jepang.

Effiek Rochilic, Manajer Pembelian PT Doner Citrarasa Mediterania, mengaku sejak 2006 pihaknya menggunakan Dua Belibis. Perusahaannya, yang terkenal dengan restoran Doner Kebab, menggunakan saus ini untuk produk fried chicken-nya. “Rasanya cocok dengan lidah orang Indonesia, dan khas,” kata Effiek memuji. Maka, tak tanggung-tanggung, pihaknya memesan 3,5 juta sachet kemasan khusus 15 gram untuk restonya. Dan jumlah ini, ia yakin, akan mampu dihabiskan dalam 6 bulan. Ia mengakui, awalnya memakai Dua Belibis karena direkomendasikan temannya. Ditambah lagi, banyak orang yang membicarakan produk ini. “Terus terang, saya tahu merek ini dari mulut ke mulut,” ujarnya.

Dalam pandangan Jahja B. Soenarja, pengamat pemasaran dari Direxion Consulting, Dua Belibis punya peluang yang besar dan memiliki kualitas rasa yang pas bahkan lebih baik dengan aroma khas dibandingkan dengan kebanyakan saus lainnya. Ini yang membuat Dua Belibis dicari, walaupun persebarannya belum benar-benar merata hingga ke seluruh pelosok negeri.

Pertumbuhannya ditengarai bagus dan memiliki prospek untuk merebut pangsa yang cukup signifikan di kelasnya. Dua Belibis makin berkibar sejak 2008 dan mulai memenetrasi pasar secara gerilya, termasuk ke segmen hotel-resto-kafe. Dari situ, pelanggannya yang puas menjadi promotor yang efektif dan menjadi referensi getok tular, sehingga pasarnya meluas dan banyak pihak yang mampu menjadi agennya.

Sejatinya, Dua Belibis dapat berkembang lebih pesat lagi bila lebih agresif menggunakan strategi WOMM secara lebih variatif dan agresif, menciptakan isu-isu serta melibatkan testimoni pelanggan. “Dua Belibis bisa belajar dari Kecap Bango yang jadi omongan ibu-ibu. Semuanya dapat diciptakan,” ungkap Jahja. Positive noise yang terjadi dapat mendongkrak popularitas dan penjualan Dua Belibis.

Kini, GM dengan Dua Belibisnya makin diperhitungkan. Sebelum mengakuisisi Dua Belibis, GM lebih dikenal sebagai produsen bumbu masak, penyedap makanan dan pewarna makanan. Merek yang melekat dengan GM adalah Koepoe Koepoe. Perusahaan keluarga yang berdiri pada 1929 ini dibesarkan Goenawan Widjaja dan resmi jadi PT pada 1940-an. Produk Koepoe Koepoe kini telah diekspor ke beberapa negara di lima benua. Sekarang, perusahaan yang mempekerjakan 300 karyawan ini dilanjutkan Harry Widjaja, putra Goenawan.


Dede Suryadi dan Sigit A. Nugroho
Riset: Sarah Ratna Herni

Published on Majalah SWA


sumber kaskus :
http://www.kaskus.co.id/showthread.php?t=16008692
newbie

UserID: 4119924
Join Date: Mar 2012
Posts: 9
WrittenOnPaper tidak memiliki reputasi
 

No comments:

Post a Comment